Selasa, 22 Juni 2010

Dua Jawara di Bener Meriah

Gesekan antara Irwandi Yusuf dan Tagore belum berahir. Gubernur seperti serius “mengintip” kelemahan sang bupati. Bahkan Irwandi menurunkan Tim Anti Korupsi Pemerintahan Aceh (TAKPA) ke negeri lembah merapi itu. Bagaimana denganTagore?

Ibarat pendekar silat, Tagore menangkis dan siap dengan jurus. Ketika tim TAKPA mempersoalkan penyediaan bibit kopi yang bersumber dari dana Otsus, Tagore justru menyebutkan ada mantan kombatan Aceh yang bermain dalam proyek itu.



Gesekan antara Irwandi Yusuf dan Tagore belum berahir. Gubernur seperti serius “mengintip” kelemahan sang bupati. Bahkan Irwandi menurunkan Tim Anti Korupsi Pemerintahan Aceh (TAKPA) ke negeri lembah merapi itu. Bagaimana denganTagore?

Ibarat pendekar silat, Tagore menangkis dan siap dengan jurus. Ketika tim TAKPA mempersoalkan penyediaan bibit kopi yang bersumber dari dana Otsus, Tagore justru menyebutkan ada mantan kombatan Aceh yang bermain dalam proyek itu.

Kedua tokoh Aceh ini, dari dulu memang sudah berbeda pandangan. Sebelumnya Irwandi mempersoalkan pembalakan hutan di seputar ruas jalan Samar Kilang. Irwandi turun ke sana akhir 2009. Dia datang bak intelijen.

Irwandi mensinyalir ada orang penting di balik pembalakan hutan itu. Tagore justru menjawab, gubernur seharusnya menyebut siapa orang penting, agar rakyat tidak bingung. Tagore mengakui dia ada bisnis kayu di sana, namun bukan ilegal. Semua itu demi kebutuhan papan buat rakyat yang mulai langka di pasaran.

Tagore mempersoalkan, mengapa baru sekarang Irwandi turun mengecek jalan Samar Kilang yang merupakan bagian tugasnya. Polemik itu sudah agak dingin, namun Irwandi kembali membuat trik. Menurunkan TAKPA ke Bener.

Persoalannya 2 juta bibit kopi bersumber dari dana Otsus senilai Rp7,6 miliar. Meledaklah bibit kopi itu ke permukaan. Tim mengindikasi bibit kopi tidak sesuai spek dan ada pejabat terlibat.

Tagore semula belum memberi reaksi. Namun gencarnya media mengungkapkan persoalan itu, akhirnya Tagore memberi statemen. Menurut Bupati Bener Meriah ini, terkendalanya pengadaan bibit kopi itu karena ada mantan kombatan GAM yang bermain di dalamnya.

Tiga mantan pasukan tempur Aceh ini menarik dana mencapai Rp1,3 miliar. Masing-masing mendapat Rp450 juta. Tiga mantan GAM ini selaku kuasa direktur dan direktur perusahaan, tidak ada hubungannya dengan pekerjaan pengadaan bibit kopi itu. Kok mereka mendapat dana mencapai Rp1,3 miliar. Ada apa?

Dalam surat perjanjian bersama, 4 November 2009, Yusmuha, kuasa direktur PT. Tan Subra Leader And Power, penduduk Kampung Kenawat, Bener Meriah. Muhclis AB , kuasa direktur CV. Fadlika Prima, Guelanggang Tuengoh, Bireun dan Muhammad Sabri Mas, direktur cabang Bener Meriah PT. Centra Mahardika, masing-masing mendapat Rp450 juta dari Muhammad Alfin, CV. Agung Perkasa (penyedia dan penyalur bibit kopi).

Tagore menyerahkan bukti kepada Waspada, berupa copy surat perjanjian dan rekening koran penarikan dana Rp1,3 miliar lebih itu. “Seharusnya bila mau mengetahui bagaimana kualitas bibit kopi ini, tim TAKPA turun saat bibit kopi disalurkan ke petani,” sebut Tagore.

Ketika itu akan ketahuan apakah bibit kopi ini sesuai spek atau tidak. Bibit yang disalurkan rekanan semuanya sesuai spek. Namun ada petani yang tidak langsung menanamnya, dan merawatnya dengan baik. Tentu kualitas bibit kopi yang semula memenuhi standar, tidak lagi seperti yang diharapkan.

Menurut Tagore, ada 30 persen bibit kopi yang sudah disalurkan (453.600 batang) yang harus diganti, karena tidak sesuai spek. Mengapa tim TAKPA tidak turun, saat kita minta rekanan menarik bibit yang tidak berkualitas. “Kami sudah menarik bibit kopi itu dan kontraktor telah membuat pernyataan sebelum seluruhnya disalurkan, dananya diblokir.”

Lantas ketika ada pihak lain yang meraih keuntungan dalam proyek Otsus ini, mengapa tim TAKPA mengungkapkannya? Tagore telah menyerahkan kasus itu ke penyidik. Polisi mulai mengusut kasus ini.

Namun ada persoalan yang menarik. Bukan hanya sebatas persoalan hukum, tetapi kuatnya gesekan politis antara Irwandi dan Tagore. Rakyat Bener Meriah selama ini mengetahui, Tagore sering ‘membangkang’ dengan Irwandi. Perang dingin itu sudah berlangsung lama, beberapa tahun lalu.

Rakyat di sana juga muali terkotak. Bahkan dewan ada yang pro dan kontra. Demikian juga dengan elemen lainnya, mulai terpecah. Sudah pasti gesekan dua penyandang lencana di dada ini berpengaruh pada denyut pembangunan.

Sebagian rakyat di sana memiliki imej, Irwandi sengaja memperlambat pembangunan infrastuktur, terutama akses jalan yang merupakan tanggungjawab provinsi. Ruas jalan provinsi di kabupaten itu hancur-hancuran.

Ini mungkin salah satu dampak dari ‘perang’ dingin itu. Belum lagi yang lainnya. Menyita perhatian, tenaga dan pikiran. Padahal keduanya ‘bertekad’ ingin memperbaiki keadaan rakyat. Namun akibat berbeda pandangan dan muatan politis, rakyat menjadi korban.

Akankah perang dingin ini kembali dilanjutkan? Sudah saatnya kedua pemimpin mengembalikan hati nuraninya. Islam jauh-jauh hari mengingatkan. muslim sejati adalah yang mau hijrah demi kepentingan umatnya, bukan untuk mempertahankan pandangan politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar